BUDAK MINGGAT
Novel karangan Samsudi, cetakan pertama diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta, tanpa tahun. Cetakan kedua diterbitkan oleh Pusaka Sunda bandung tahun 1965. buku ini trdiri atas dua jilid, masing-masing tebalnya 70 dan 75 halaman, berukuran 17 x 12 cm.
Novel
ini mengungkapkan nilai-nilai pendidikan, seperti kejujuran, keteguhan
hati, dan kesetiaaan. Dalam buku ini diungkapkan pula nilai-nilai sosial
yang terdapat dalam kehidupan masyarakat kuli perkebunan pada jaman
penjajahan Belanda. Si Kampeng pelaku utama dalam novel ini, oleh
pengarang digambarkan seadanya tanpa dibuat-buat, sehingga sosok
peribadinya muncul secara lengkap, baik kejujurannya maupun
kenakalannya.
Ringkasan Ceritera
Seorang anak Si Kampeng namanya, berusia 16 tahun. Ayahnya telah tiada. Ia berada di bawah asuhan ayah tirinya.
Ayah
titinya sering menasehati dan memarahi Si Kampeng karena Kampeng
terlalu senang bermain dan lupa membantu ayah tirinya yang pemarah.
Pada
suatu senja. Kampeng disuruh oleh ayah tirinya membeli tembakau dengan
dibekali uang satu rupiah. Pada saat ia akan membayarkannya, uang itu
hilang. Ia pulang ke rumah tanpa tembakau. Marah ayah tirinya
menjadi-jadi, meskipun ibunya turut membela Kampeng. Sebuah tamparan
mendarat di pipi ibu Kampeng, ketika tamparan kedua akan mendarat di
pipi ibu Kampeng, ia mencegahnya karena tidak tega melihat ibunya
teraniaya. Ia menerjang tulang rusuk ayah tirinya. Darah pun muncrat
dari kepala ayah tirinya yang luka membentur tiang. Kampeng kaget dan
ketakutan, pikirannya kalut dan bingung, tidak tahu apa yang mesti
dilakukan. Kemudian Kampeng pun larilah, minggat tanpa tujuan.
Dalam
perjalanan minggatnya, Si kapeng ditipu orang. Ia terjual ke Deli,
menjadi kuli perkebunan. Akan tetapi karena usia Kampeng masih terlalu
muda, dia tidak jadi dipekerjakan sebagai kuli. Seorang Cina membawanya
ke pulau Bengkalis untuk dipekerjakan sebagai penebang kayu di hutan
belantara. Kampeng bertemu dengan mandor-mandor yang galak dan kejam.
Untunglah dia bertemu dengan teman senasib anak Cina, Kim San namanya.
Pada
suatu hari, ketika Kampeng sedang menebang pohon di hutan, Kim san
sakit berat. Tidak seorangpun mau menolong, kecuali kampeng. Hujan turun
dengan lebatnya. Seekor harimau besar tiba-tiba muncul dan mengaum
menyeramkan. Si Kampeng lari terbirit-birit sambil kepayahan menggendong
Kim San yang sakit menuju sebuah los. Demikian Kampeng memasuki pintu
los, kepala harimau pun nongol
di lubang pintu. Kampeng tak menyia-nyiakan kesempatan, leher harimau
itu secepatnya dijepit dengan daun pintu dengan sekuat tenaga yang masih
tersisa padanya. Harimau mati setelah berontak meronta-ronta karena
lehernya tercekik oleh daun pintu, Kampeng selamat, orang-orang yang
berada di sana semuanya memuji keberanian Kampeng.
Serombongan
pemeriksa datanglah ke hutan penebang kayu, tempat Kampeng menyandang
derita. Kampeng diberi kesempatan melaporkan tentang kehidupan kuli-kuli
disana. Akibatnya, banyak mandor kejam yang diberhentikan. Kampeng
diperbolehkan keluar dari tempat penebangan kayu, sebagai
penghargaanatas laporan yang diberikannya dan karena usia Kampeng yang
masih sangat muda.
Pergilah kampeng ke kota Bengkalis. Di sana
dia menjadi tukang tembok atas pertolongan Arsim dan Akbar. Kampeng
bekerja tekun dan sungguh-sungguh sehingga mendapat kepercayaan
majikannya, akibatnya, Kampeng dibawa pindah majikannya ke Padang. Di sana
Kampeng bekerja lebih rajin lagi, namun karena Kampeng sangat disayangi
majikannya, dia dibenci dan bahkan difitnah oleh pegawai-pegawai lain.
Kampeng minta berhenti bekerja di sana.
Kampeng memperoleh pekerjaan lain menjadi tukang kayu dan membuat
jembatan. Dia tetap bekerja rajin, sungguh-sungguh dan jujur. Majikannya
yang baru ini pun menyayanginya pula.
Rasa
rindu kampung halaman datang mencekam perasaan Kampeng. Setelah cukup
uang tabungannya, dia pulang ke Jawa. Dalam perjalanan pulang ke pulau
Jawa, Kampeng mampir belanja di pasar Golodog. Secara kebetulan, dia
disana berjumpa dengan Kim San, orang yang pernah ditolongnya ketika
sakit di tengah hutan penebangan kayu. Kim San kini telah menjadi
seorang pedagang kain. Sebagai tanda terima kasih Kim San pada Kampeng,
Kim Sanmemberikan sejumlah kain dan uang.
Kampeng meneruskan perjalanan pulang ke kampung. Pulanglah Kampeng, si anak hilang ke pangkuan ibunya. Betapa bahagia hati seorang ibu yang menemukan kembali anaknya yang sudah dianggap hilang.
PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar