Resensi Karya Sastra Sunda
Anting Perak
Sebuah bunga rampai “carita pondok” (cerita pendek) yang diterbitkan di Bandung
oleh Sargani tahun 1966, dan terdiri atas 116 halaman. Buku ini
merupakan terbitan pertama penerbit itu, mendahului dua bunga rampai
lainnya, ayitu “Demi Pasukan” dan “Carecet Sulam”.
Anting Perak disuntuing oleh sebuah dewan redaksi yang terdiri atas Saini Karnamisastra, Enoh Atmadibrata dan Djadja Sargani.
Mereka mengemukakan bahwa acuan pemilihan cerita pendek dalam antologi
ini ialah keragaman selera. Bunga rampai ini berisi sembilan buah cerita
pendek, tiga diantaranya adalah terjemahan karya Leo Tolstoy yang diterjemahkan oleh Rachmat M. Sas; karya Rabindranath Tagore dan karya Ryonosuke Akutagawa diterjemahkan oleh Satibi Karnamisastra.
Keenam cerita pendek asli itu berjudul “Tamu ti Birma” karangan Saini KM, “Kiai Modern” karya SA Hikmat; “Balebat Harepan” karya AHS Armin Asdi; “Anting Perak” karya Naneng Danengsih, “Kumbakarna” karya Saleh Danasasmita, dan “Dehem” karya Wahyu Wibisana.
Cerita
pendek yang terkumpul dalam antologi ini pernah dimuat di
majalah-majalah. Cerpen Kiai Modern pada majalah Mangle, VIII (90) Maret
1965. Cerpen Anting Perak dimuat dalam Majalah Sunda, I (34) 15
Nopember 1965.
Basisir Langit
Sebuah kumpulan sajak karya Surachman R.M. diterbitkan di Jakarta
oleh penerbit Balai Pustaka tahun 1976 dan tebal 44 halaman. Buku itu
berisi 29 buah sajak, sebagian pernah dimuat dalam majalah. Buku ini
merupakan antologi kedua penyair Surachman. Kumpulannya berjudul Surat Kayas.
Carecet Sulam
Sebuah kumpulan carita pondok yang diterbitkan di Bandung
oleh penerbit Sargani, tahun 1966 dan tebal 54 halaman. Buku ini
merupakan bunga rampai ketiga terbitan Sargani, mengikuti dua
pendahulunya, yaitu Anting Perak dan Demi Pasukan.
Penyuntingan antologi oni dilakukan oleh dewan Redaksi yang terdiri
dari Saini Karnasasmita, Enoh Atmadibrata, dan Djadja Sargani.
Di dalamnya terdapat lima buah ceritera pendek, tiga buah diantaranya merupakan terjemahan, berturut-turut cerita pendek karya Lin Yutang yang diterjemahkan oleh Satibi Karnamisastra dengan judul “Jenderal Daging Anjing”, sebuah karya W.S. Rendra yang berjudul “Herjan” diterjemahkan oleh Satibi Karnamisastra dan karya Milovan Jilas berjudul “Peuntaseun Walungan Gede” yang diterjemahkan oleh P. Afiatin dari judul asli The Execution.
Carita Biasa
Sebuah kumpulan carita pondok karangan R.A.F. (Rahmatullah Ading Affandie) yang diterbitkan di Jakarta
oleh Balai Pustaka pada tahun 1959, dan tebal 119 halaman. Buku ini
merupakan kumpulan ceritera pendek yang kedua dalam sastra Sunda setelah
“Dogdog Pangrewong”
Di
dalamnya terkumpul tujuh buah ceritera pendek, yang pernah dimuat
sebelumnya dalam majalah Ajip Rosidi (1966: 112 – 114); 1970: 10 – 11)
membicarakan pemakaian bahasa, tema serta mutu cerpen-cerpen yang dimuat
dalam kumpulan ini.
Dua buah cerpen yang berjudul “Bapa Kuring Mata-mata Musuh” (Bapaku mata-mata musuh) dan “Kuring Datang Menta Hukuman’
(Aku datang meminta hukuman), merupakan percikan-percikan peristiwa
tragis semasa revolusi kemerdekaan. Kedua ceritera ini pernah dimuat
berturut-turut dalam majalah “Sunda” II (13 dan 15), Mei 1953.
Demi Pasukan
Sebuah bunga rampai cerita pendek diterbitkan di Bandung
oleh penerbit Sargani, tahun 1966 dan tebal 94 halaman. Penyuntingan
antologi ini dikerjakan oleh sebuah dewan redaksi yang terdiri dari
Saini Karnamisastra, Enoh Atmadibrata dan Djadja Sargani.
Dalam
buku ini dimuat enam ceritera pendek, terdiri dari tiga buah karangan
asli dan tiga buah ceritera pendek terjemahan. Ketiga ceritera oendek
asli itu belum pernah dimuat sebelumnya, yaitu “Si Kabayan” karangan Min Resmana, “Bangsat” (pencuri) karangan Sanaya, dan “Kasambet” (kemasukan roh halus) karangan Ahmad Bakri. Ketiga cerita pendek terjemahan ialah “Kaasih Indung” (kasih sayang ibu) karangan Premchan (India) diterjemahkan oleh Noh AtmadibrataB, “Disaksian Ku Bangawan” (disaksikan oleh Begawan) karangan Nugroho Notosusanto, diterjemahkan oleh AHS Asdi dan iPesta Maut” karangan Cevdet Kudret
(Turki), tanpa disebutkan siapa penterjemahnya. Ceritera pendek Kudret
ini tampaknya sangat disukai karena pernah pula diterjemakan oleh
penulis lain, yaitu Duduh Durahman dan Iskandarwassid.
Dalam
kata pengantarnya, redaksi mengemukakan bahwa patokan pemilihan cerite
pendek dalam bunga rampai ini bukan mutunya, melainkan selera masyarakat
yang diduga bermasam-macam. Buku ini merupakan terbitan kedua dari tiga
bua bunga rampai cerita pendek yang pernah diterbitkan Sargani. Dua
yang lain ialah “Anting Perak” dan “Carecet Sulam”.
Dogdog Pangrewong
Sebuah kumpulan ceritera pendek karya GS.
Menurut R. Ero Bratakusumah, seorang redaktur Sunda di Balai Pustaka
yang paling lama bertugas, GS ialah inisial dari G. Suwandakusuma yang
konon pernah jadi wedana. Menurut M.A. Salmun (1958) singkatan itu
berasal dari G. Sastradiredja. Sampai sekarang belum dapat dipastikan
siapa sesungguhnya pengarang buku ini, sekalipun keterangan pertama
lebih cenderung untuk dipercayi karena melihat isi ceritera kumpulan ini
diantaranya ada yang berlatar lingkungan kewedanaan.
Buku ini terbit di Jakarta,
oleh Balai Pustaka, tahun 1930, dan tebal 115 halaman. Cetakan kedua
diterbitkan oleh Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah, Jakarta, tahun 1979. cetakan ketiga diterbitkan di Bandung oleh penerbit Rahmat Cijulang, tahun 1984, dan tebal 148 halaman.
Buku ini merupakan kumpulan cerita pendek yang pertama dalam sastra Suda, juga di Indonesia. Di dalamnya terkumpul 7 buah ceritera, berturut-turut: “Lembu, Dua Paraji, Jin, Salah Pok, Angeun Lekoh, Soang, Guguyon dina Bulan Puasa”
Cerita-ceritanya
mengandung lelucon sehingga buku ini dapat dipandang sebagai petunjuk
terjadinya peralihan cerita pendek yang kita kenal sekarang. Oleh karena
isinya seperti itu. GS menganggap bukunya ini hanya sebagai penghibur.
Judul Dogdog Pangrewong telah mencerminkan hal itu karena ungkapan itu berarti penganggu kepada orang yang sedang asyik atau penyela dalam keseriusan.
Kemahiran
GS dalam mengarang telah berhasil mengangkat ceritera-ceritera lucu itu
ke dalam ceritera pendek yang sesungguhnya. Menurut Ajip Rosidi (1964;
1983) GS telah melanjutkan tradisi lelucon dalam sastra Sunda serta
memulai menggunakan bentuk karangan baru, yaitu ceritera pendek dengan
menggunakan dasar-dasar modern dalam hal komposisi dan psikologi.
Ceritera “Dua Paraji” telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan kemudian diantologikan oleh Ajip Rosidi (1970).
Eulis Acih
Sebuah novel karangan Yuhana, diterbitkan di Bandung oleh penerbit Dakhlan Bekti tahun 1923 dalam 3 jilid.
Novel
ini menceritakan seorang janda muda yang kaya, tetapi angkuh bernama
Eulis Acih. Seorang lelaki, bernama Arsad, yang mengaku saudagar mas dan
berlian menikahinya, tetapi kemudian menipunya. Semua uang hasil
penjualan harta benda perempuan itu dilarikannya. Dalam keadaan miskin
dan hamil, Eulis Acih dipelihara oleh paman dan bibinya yang sebenarnya
pernah disakiti hatinya oleh Eulis Acih. Dalam pelarian Arsad pun ditipu
orang sehingga jatuh miskin, tetapi berangsur-angsur kembali hidup
senang sebagai mandor di Tanjungpriok. Anak Eulis Acih, yang kelak sesat
ke Jakarta, menjadi jalan pertemuan kembali kedua suami istri itu.
Ajip Rosidi (1966;1983) dan Tini Kartini serta kawan-kawan (1979) membicarakan karangan-karangan Yuhana secara keseluruhan.
Genjlong Garut
Buku ini karangan Muhamad Sanusi yang terbit pada tahun 1920. ceritera ditulis berupa Wawacan.
Isinya menceritakan pemberontakan Haji Hasan di Cimareme Garut,
terhadap pemerintah jajahan. Oleh karena isinya dianggap membahayakan,
pemerintah Belanda lalu memenjarakan pengarangnya. Muhamad Sanusi adalah
salah seorang pejuang kemerdekaan yang pernah dibuang ke Digul.
Graaf de Monte Cristo
Sebuah novel saduran dari sastra Perancis karya Alexander Dumas yang berjudul Graaf de Monte Cristo. Saduran dikerjakan oleh R. Satjadibrata; diterbitkan di Jakarta
oleh Balai Pustaka tahun 1928. buku ini terdiri atas 6 jilid; jilid
pertama tebalnaya 88 halaman, jilid kedua tebalnya 102 halaman, jilid
ketiga tebalnya 106 halaman, jilid keempat tebalnya 130 halaman, jilid
kelima tebalnya 116 halaman, dan jilid keenam tebalnya 107 halaman.
Hujan Munggaran
Sebuah kumpulan ceritera pendek karangan Ayatrohaedi.
Diterbitkan di Jakarta oleh penerbit balai Pustaka tahun 1960, dan
tebal 76 halaman. Dalam buku ini terkumpul enam buah ceritera pendek
yang ditulis pengarangnya pada tahun 1957. Keenam cerpen ini ditulis di Jakarta. Namun, Latar peristiwa (ceritera) hampir dapat dipastikan adalah kota
kelahiran pengarang sendiri (Jatiwangi). Hal ini lebih jelas apabila
dihubungkan dengan catatan pengarang di halaman muka yang berbunyi, “Minangka pamulang tarima ka Jatiwangi”. (Sebagai balas budi kepada Jatiwangi).
Keenam cerita pendek itu berturut-turut ialah: “Gorombolan, Bulan Ngempur, Hujan Munggaran, Nu Lleuwih Penting, Cengcelengan, dan Wartawan”.
Cerita pendek Hujan Munggaran menceritakan pertemuan aku dengan Sri yang pernah bersama-sama sekolah di Jakarta.
Gadis sri memanggilnya untuk singgah ketika aku basah kuyup diguyur
hujan pertama di musim kemarau itu. Harapan yang sudah lama terpendam
pun muncul kembali karena semasa sekolah di Jakarta aku secara diam-diam sudah mulai menaruh hati kepada gadis itu. Namun, waktu itu Sri terlanjur cepat pindah ke Bandung
karena rupanya tidak senang akan gangguan teman sekelasnya yang bernama
Sidik. Pertemuan sekarang telah membuka harapan baru sekalipun aku
belum juga kuasa menyampaikan bisikan hatinya. Pada waktu aku pamitan
pulang, Sri menyerahkan sebuah amplop yang makin menghangatkan gejolak
hatinya. Akan tetapi bukan main kecewanya setelah aku mengetahui bahwa
amplop itu sebenarnya berisi surat undangan pernikahan Sri dengan Sidik, pemuda yang dulu sering mengganggunya itu.
Cerpen Gorombolan adalah lukisan demam kekhawatiran masyarakat akan gangguan gerombolan, sampai-sampai terjadi salah tangkap. Cerpen Nu Leuwih Penting, tentang ayahku yang tidak kuasa menolak setiap permintaan istrinya yang kedua, dan cerpen Wartawan yang menceritakan seorang wartawan yang selalu bertingkah dengan pekerjaannya itu.
Jagar Alit
Sebuah kumpulan sajak karya Godi Suwarna,
diterbitkan di Bandung oleh penerbit Rahmat Cijulang, tahun 1979, dan
tebal 58 halaman. Dalam buku ini terkumpul 58 buah sajak.
Judul buku diambil dari sajak pertama Jagat Alit.
Sajak ini berisi tentang lakon kehidupan manusia di dunia, yang
demikian singkat penuh ketidakberdayaan, dan hanya menunggu sang waktu.
Lakon apa pun yang akan terjadi semata-mata karena kehendak Yang Maha
Kuasa jua; perilaku wayang yang diibaratkannya sehingga akan
mengingatkan kita akan babasan (peribahasa) orang Sunda yang mengatakan bahwa hidup ini hanya darma wawayangan (sekedar berperan sebagai wayang). Hidup dan kumelendang (berkeliaran) di dunia hanya sebelum ajal datang menjemput.
Penempatan sajak ini di urutan pertama merupakan kakawen
(prolog) dalam seluruh isi kumpulan karena hampir seluruhnya amat jelas
menyenandungkan makna hidup. Apalagi kalau dihubungkan sajak terakhir
berjudul “Asmarandana” yang menyatakan bahwa telah tamatlah kumelendang selama “semalam”, dan kita akan kembali ketempat kita berasal.
Jante Arkidam
Sebuah kumpulan sajak karya Ajip Rosidi,
diterbitkan di Jatiwangi Cirebon oleh penerbit Cupumanik tahun 1967,
dan tebal 44 halaman. Di dalamnya terkumpul 22 buah sajak yang ditulis
oleh pengarangnya antara tahun 1957 – 1967, dimuat secara kronologis,
serta sebelum dibukukan pernah dimuat dalam majalah-majalah.sajak-sajak
itu ditulis di Jatiwangi, Jakarta, Sumedang dan Bandung.
Judul buku diambil dari judul sajak pertama, yaitu “Jante Arkidan”
sebuah sajak epik (balada) tentang seorang jagoan, buronan polisi, yang
bernama Jante Arkidam, yang rupanya diangkat dari khasanah critera
rakyat. Sajak ini pernah ditulis pula oleh pengarangnya dalam bahasa
Indonesia, dimuat dalam kumpulan Cari Muatan (1959), serta telah dibicarakan secara panjang lebar oleh A. Teeuw (1980: 41 – 59).
Dua buah sajak lain menunjukan gaya penulisan yang hampir sama dengan “jante Arkidam” yaitu “Bendara Ikin” dan “Bagus Rangin”. Sajak Bendara Ikin
berisi tentang orang yangmelecehkan bangsa sendiri, merasa berkuasa
karena hidupnya bersandar kepada pihak yang sedang berkuasa. Sajak Bagus Rangin
, menceritakan kepahlawanan Bagus Rangin, tokoh pahlawan rakyat yang
legendaris-historis yang memberontak pada pemerintahan Belanda dan
kesewenang-wenangan orang-orang Cina di Jatitujuh. Oleh karena peristiwa
itu belum terungkap dalam sejarah, pengarang merasa perlu mengawali
sajak itu dengan sebuah pengantar. Kedua sajak ini merupakan karya yang
ditulis leih kemudian, yaitu tahun 1965, dan pernah dimuat di Mingguan Sunda 1 (5 dan 2) Maret dan Juli 1965.
Tema keagamaan terkandung dalam dua buah prosa lirik yang berjudul “Anasir Jati’ dan Pareng Dina Hiji Poe.
Dalam sajak yang disebut terakhir dilukiskan renungan-renungan
menyelusuri teka-teki kekuasaan Yang Maha Kuasa, yang berakhir dengan
timbulnya perasaan tenteram dalam diri.
Jurig
Kumpulan cerita pendek karangan Tini Kartini, diterbitkan di Bandung
oleh penerbit Kiwari, tahun 1963, dan tebal 88 halaman. Cetakan kedua
diterbitkan oleh penerbit Rahmat Cijulang di Bandung tahun 1983. dalam
buku ini terkumpul sepuluh buah ceritera pendek yang ditulis antara
tahun 1959 – 1961, sebagian ditulis di Tasikmalaya dan sebagian lagi di Bandung. Sebelum dibukukan, cerpen-cerpen itu sudah dimuat dalam majalah atau surat
kabar. Ajip Rosidi (1966: 157 – 158; 1983: 193 -197) membicarakan dan
menilai mutu cerpen-cerpen yang dimuat dalam kumpulan ini.
Sepuluh ceritera pendek itu berturut-turut ialah “Jurig” (1959), “Surat” (1959), “Ondangan” (1961), “Ngiuhan” (1961), “Emang jeung Embi” (1961), “Leungit” (1959), “Sial” (1959), “Study Club” (1960) dan “Di Lembur” (1961)
Cerita pendek pertama Jurig
(Setan) menceritakan seorang permpuan bernama Nyi Iyot yang terpaksa
menyingkir karena menurut pengakuannya, suaminya direbut perempuan lain.
Ia dikisahkan baru menempati sebuah rumah sewa yang sudah lama
dikosongkan karena konon ada hantunya.
Kehidupan
janda itu makin lama makin jadi perhatian tetangga-tetangganya karena
bicara dan kelakuannya yang aneh-aneh. akhirnya diketahui bahwa
sesungguhnya ia berubah ingatan. Tidak dapat dipastikan apakah penyakit
yang dideritanya itu karena gangguan setan atau karena kepedihan hatinya
sendiri akibat suaminya direbut orang.
Katineung Kuring
Sebuah bunga rampai yang ditulis oleh Rusman Sutiasumarga. Buku ini diterbitkan di Jakarta oleh penerbit Balai Pustaka tahun 1966, dan tebal 96 halaman.
Dalam bunga rampai ini terkumpul 11 buah sajak, 14 buah guguritan
pendek, dan 7 buah artikel kesastraan dalam bentuk surat kepada
teman-teman pengarang yang sastrawan atau seniman. Karangan-karangan itu
bertitimangsa tahun 1955 – 1960. hampir seluruhnya pernah dimuat dalam
harian Sipatahunan, Pangegar dan Candra.
Pengarang yang mengaku dirinya sentimentil dan romantis tercermin dalam sajak-sajak dan guguritan-nya, terasa
akrab dengan alam dan kehidupan di pesisian. Dalam surat-suratnya yang
bersifat pribadi terdapat catatan tentang peristiwa-peristiwa penting
dalam perkembangan kegiatan sastra Sunda.
Berdasarkan titimangsanya, naskah bunga rampai ini rupanya sudah siap sejak Mei 1961.
Mikung
Novel karangan Abdullah Mustappa, diterbitkan oleh Pustaka Dasentra di Bandung tahun 1983. buku ini berukuran 18 cm x 12 cm, tebal 92 halaman.
Dalam
novel ini pengarang mengemukakan masalah ajaran moral dan pendidikan.
Mikung itu serba tanggung; ke manapun tiada yang tuntas, baik jadi
mahasiswa, jadi wartawan, maupun mencintai Lia, tidak ada yang lanjut.
Novel ini menggambarkan kehidupan pers yang dipadukan dengan kehidupan
jamannya.
Kusndai tidak mempunyai motivasi dalam mendirikan surat kabar Mingguan Publik. Semula Kusnadi hanya ikut-ikutan Pepen pada surat kabar Mingguan Indonesia, tetapi lama-kelamaan Kusnadi menyenangi dan akhirnya menjadi wartawan Mingguan Publik sampai meninggalkan kuliah.
Wijaya yang mempunyai Mingguan Publik menceritakan pada Zulkarnaen bahwa Mingguan Publik akan ditutup karena rugi. Mira, Pepen, serta karyawan lainnya mempertahankan berdirinya Mingguan Publik melalui Zulkarnaen yang diberi kuasa Wijaya. Juga Kusnadi yang semula tidak mempunyai motivasi itu mempertahankannya.
Setelah Mingguan Publik
ditutup, teman-teman Kusnadi mencari pekerjaan lain. Kusnadi sendiri
belum dapat menentukan pendiriannya walaupun ada Lia yang mengharapkan
cintanya, Kusnadi dingin-dingin saja. Kusnadi dengan Mira sebenarnya
sudah saling mencintai, hanya Kusnadi tidak terus terang dan akhirnya
Mira memilih Pepen.
Kusnadi
akan ditolong Pepen dan Mira berhubungan dengan Lia. Kusnadi masih
belum dapat menentukan pendiriannya, pekerjaan apa yang akan
dilaksanakan setelah Mingguan Publik
ditutup. Kusnadi serba tanggung, menjadi mahasiswa tidak selesai,
menjadi wartawan juga tidak menentu, demikian juga cinta pada Lia tidak
berani terus terang dan hanya tersimpan dalam hati.
Napsu nu Anom
Sebuah novel terjemahan dari sastra Indonesia karangan Adinegoro, Darah Muda (1972). Terjemahan dikerjakan oleh Moh. Ambri, diterbitkan di jakarta oleh Balai Pustaka tahun 1932, dan tebal 103 halaman.
Ngabuang Maneh
Sebuah novel pendek karangan Ki Umbara,
diterbitkan di bandung oleh penerbit Mitra Kancana, tahun 1979 dan
tebal 58 halaman. Sebelumnya novel ini pernah dimuat dalam majalah
sebagai cerita bersambung.
Novel
ini menceritakan dua orang gadis perawat yang masing-masing telah yatim
piatu. Keduanya tinggal bersama di sebuah rumah sewa dan hidup sebagai
sahabat yang sangat akrab sekalipun sikap hidup mereka agak berbeda.
Mutiah (asal Banten) yang saleh dan taat pada agama akhirnya memperoleh
kebahagiaan, sedangkan Gilang (asal Kuningan) membuang diri ke tanah
seberang karena merasa malu akibat tingkah laku abngnya yang telah
berbuat tidak senonoh terhadap seorang gadis, sementara ia sendiri mulai
menyadari kebenaran agama.
Cerita ini mengambil latar kota Betawi (Jakarta pada masa dulu) sekalipun tempat itu terasa kurang melatarbelakangi ceritera ini.
Nu Mahal ti Batan Inten
Sebuah kumpulan sajak karya Yus Rusyana, diterbitkan di Bandung oleh penerbit Rahmat Cijulang tahun 1980, dan tebal 72 halaman.
Sjak
yang terkumpul dalam buku ini sebanyak 70 buah, yang ditulis antara
tahun 1959 – 1965. sebelum dibukukan, hampir seluruhnya pernah dimuat
dalam majalah-majalah. Berdasarkan titimangsanya dapat diketahui bahwa
sajak-sajak itu sebagian ditulis di Pameungpeuk, garut dan Bandung, sebagai tempat kelahiran dan tempat tinggal penyairnya. Sajak-sajak keagamaan dan kesejarahan cukup banyak dalam kumpulan ini.
Ombak Laut Kidul
Sebuah buku kumpulan sajak karya Rachmat M. Sas Karana, diterbitkan di Jatiwangi (Cirebon) oleh penerbit Cupumanik tahun 1966, dan tebal 30 halaman.
Isi buku ini terdiri atas 2 kumpulan, yaitu “Kacapi ‘na Peuting Sepi” dan “Ombak Laut Kidul”. Sajak-sajak yang terkumpul dalam buku ini ditulis antara tahun 1963 – 1966, sebelumnya telah dibuat dalam majalah.
Popo
S. Iskandar (1966) membicarakan kumpulan sajak ini dan menilai
penyairnya memiliki sifat inventif, kreatif, dan suka bereksprimen. Buku Ombak Laut Kidul mendapat hadiah sastra Piagem Ambri untuk sajak dari Paguyuban Pangarang Sastra Sunda.
Papacangan
Sebuah kumpulan cerpen karya Rusman Sutiasumarga, diterbitkan di Jakarta oleh Balai Pustaka tahun 1960 dan tebal 64 halaman.
Dalam
kumpulan ini dimuat 5 buah cerita pendek, ditulis antara tahun
1956-1958, yang sebelum dibukukan pernah dimuat dalam majalah. Kelima
cerita pendek itu ialah: “Papacangan, Nu garering Pikir, Ati, Bapa Kuring Pangsiunan, dan Kongkorong”.
Cerpen “Papacangan”
menceritakan seorang guru pendiam, teman “aku” bekerja, yang tanpa
disangka melakukan pertunangan dengan seorang muridnya. Cerpen ini
pernah dimuat dalam majalah “Kiwari”, I (2), Juli 1957. Cerpen “Nu Garering Pikir”
menceritakan pertemuan “aku” dengan dua orang perempuan di tempat
pertunjukan wayang golek. Wanita pertama sakit ingatan, wanita kedua
seorang pelacur, kedua-duanya disebabkan oleh sakit hati. Cerpen ini
pernah dimuat dalam majalah “Panghegar” (1956) dan majalah “Candra”. Cerpen “Ati” adalah kisah cinta yang lembut, pernah dimuat dalam majalah Kiwari 1 (7/8), Desember 1957 dan Januari 1958. Cerpen “Bapa Kuring Pangsiunan” menceritakan ayah “aku” yang merasa lebih tenteram untuk segera mengambil pensiun, sedangkan cerpen “Kongkorong” menceritakan seorang pegawai negeri yang berupaya menentramkan istrinya yang selalu memimpikan berkalung emas di hari lebaran.
Peristiwa-peristiwa
ringan dalam cerpen-cerpen ini mendapat pengolahan yang lunak sehingga
memancarkan kesegaran, tetapi kadang-kadang terbersit sindiran-sindiran
halus. Oleh karena cerpen-cerpennya ini, pada tahun 1957, Rusman
Sutiasumarga mendapat Hadiah Sastra Sunda dari Lembaga Basa jeung Sastra
Sunda (LBSS, yang berkedudukan di Bandung).
Pelet
Kumpulan
cerita pendek yang terbit secara seri sehingga tampaknya seperti
majalah; apalagi diantara cerpen-cerpen itu dimuat pula lelucon-lelucon
pendek, cerita bersambung, dan esai sastra. Meskipun demikian, reaksinya
menyatakan bahwa Pelet
bukan majalah karena tidak akan memenuhi syarat-syarat permajalahan.
Redaktur seri kumpulan ceritera pendek ini ialah Ki Umbara dan Ermas
(kedua-duanya nama samaran)
Setiap
nomor kumpulan rata-rata terdiri atas 36 halaman, memuat empat sampai
enam judul ceritera. Diterbitkan di Bandung oleh penerbit Pusaka Sunda,
selama lebih kurang dua tahun, sejak tahun 1966.
Para penulis yang pernah dimuat karangannya dalam seri kumpulan ini antara lain: Adang
S, Aam Amilia, Achmad Bakri, Abdullah Yusuf, Abdullah D, Achmad
Rustandi, Budhi Darma, Dudu Prawiraatmadja, Ermas, Duduh Durahman, M.A.
Salmun, Ki Umbara, Saini KM, Kurdi Natamihardja, Suhana Darmatin, Us
Tiarsa R, Wahyu Wibisana, Yus Rusamsi, Rukmana Hs, Naneng Danengsih,
S.A. Hikmat, Ningrum Djulaeha, Hayati, Muh. Hidayat, Jus kelana Djaja, dan Odji Setiadji A.R..
Petingan
Sebuah kumpulan cerita pendek yang dipilih oleh Duduh Durahman. Buku ini diterbitkan di Bandung oleh penerbit Pustaka Dasentra tahu 1983 dan tebal 139 halaman.
Di dalamnya terkumpul sepuluh buah cerita pendek dari sepuluh orang pengarang, yaitu: Tibelat karya Moh. Ambri, Hampura karya I. Asikin, Piring Dinasti Ming karya Kis. Ws, Buleudan Setan karya May. Aki Warung karya Wahyu Wibisana, Rojali bin Haji Sanip karya Eson Sumardi, Itu Gunung ieu Gunung karya Min Resmana, Sedepmalem ti Parongpong karya Ami Raksanagara, Kedok karya Anna Mustikaati dan Rama jeung Sinta karya Sukaesih Sastrini. Ketiga pengarang yang disebut terakhir adalah pengarang wanita.
Hampir seluruh cerita pendek yang dikumpulkan ini sebelumnya pernah dimuat dalam majalah Mangle antara 1979 – 1983. cerpen yang sengaja untuk kumpulan ini ialah Rojali bin Haji Sanip karangan Eson Sumardi. Pada bagian akhir buku terdapat biodata pengarang.
Setiap
ceritera pendek mendapat pembicaraan kritik dari penyuntingnya. Dalam
pengantarnya, penyunting mengemukakan pertanggungjawaban mengapa
pemilihan cerpen untuk kumpulan ini akhirnya hanya dari pengarang
senior, yang sudah amat dikenal. Pemilihan cerpen-cerpen yang memiliki
struktur konvensional ini diharapkan dapat membantu orang-orang yang
baru siap hendak memasuki dunia sastra Sunda. Teknik bercerita dan isi
karangan merupakan segi-segi yang sangat diperhatikan dalam memilih
cerpen untuk kumpulan ini.
Puputon
Sebuah novel yang judulnya berarti “buah hati” karangan Aam Amalia (wanita). Buku ini diterbitkan di Bandung oleh penerbit Mitra Kancana, (tanpa rahun), dan tebal 123 halaman.
Novel
ini menceritakan seorang suami, bernama Ismet, yang menikah lagi dengan
seorang gadis, bernama Mamay, tnpa setahu istrinya yang pertama. Ia
berbuat demikian karena dari istrinya yang pertama, bernama Astri, tidak
memperoleh anak. Setelah melahirkan, Mamay mendadak minta diceraikan,
karena perasaan berdosa kepada sesama wanita, makin dalam menuduh
dirinya. Ketika Ismet kembali kepada istrinya yang pertama, wanita ini
pun menolaknya karena ia tidak mau memperoleh kembali kebahagiaan di
atas kehancuran hati wanita lain, yang pernah berbahagia dengan suaminya
itu, serta telah mempunyai anak pula.
Salah Atikan
Sebuah novel terjemahan dari sastra Indonesia karya Abdul Muis “Salah Asuhan” (1928). Terjemahan dikerjakan oleh R. Satjadibrata, diterbitkan di Jakarta oleh Balai Pustaka tahun 1940.
Sawidak Carita Pondok
Sebuah
bunga rampai ceritera pendek yang disunting oleh Abdullah Mustappa,
Karno Kartadibrata dan Duduh Durahman. Buku ini diterbitkan di Bandung oleh Mangle Panglipur tahun 1983, dan tebal 409 halaman. Penerbitan buku ini dalam rangka ulang tahun ke-25 majalah Mangle.
Dalam bunga rampai ini terkumpul enam puluh (sawidak) buah ceritera pendek yang dipilih dari sekian banyak ceritera pendek yang pernah dimuat dalam majalah Mangle.
Urutan penyusunannya berdasarkan kronologi sehingga dapat dicatat bahwa
karya yang terkumpul dalam antologi ini ditulis antara tahun 1963 –
1982. Di tengah para pengarang yang kebanyakan masih berusia muda
terdapat pula beberapa mengarang yang telah agak lanjut usianya (pada
bagian akhir dimuat biografi pengarang) serta yang telah aktif menulis
sejak masa sebelum Perang Dunia II.
Dari
tangan seorang pengarang kadang-kadang dimuat lebih dari sebuah
ceritera pendek sehingga banyaknya pengarang yang karyanya termuat dalam
bunga rampai ini berjumlah 56 pengarang, 5 orang di antaranya pengarang
wanita.
Dari
keenam puluh ceritera pendek itu, 10 di antaranya pernah memperoleh
hadiah sastra, baik hadiah sastra Mangle, Sayembara Ngarang Carita
Pondok Mangle (tahun 1979), maupun hadiah sastra dari Paguyuban
Pangarang Sastra Sunda (PP-SS) yaitu “Kasilib” karya Ki Umbara, Gotong Royong karya Caraka, Handapeun Dapuran Awi karya Syarif Amin, Di Cindulang Aya Kembang karya Aam Amilia, Saliara Sisi Jami karya Saleh Danasasmita, Nu Butuh ku Pamuntangan karya I. Asikin, Hariring ti Lamping Pasir karya Sum Darsono, Nu Ngalantung di Buruan karya A. Kohar, Panto karya Trisna Mansur, dan Loceng Gareja Bercolli karya Adang S.
Sebuah
ceritera pendek dalam kumpulan ini pernah diterjemahan dalam bahasa
Indonesia oleh Ayip Rosidi (1970) dimuat dalam majalah Horison dan kemudian diantologikan. Cerita pendek itu berjudul Sripanggung Doger Karawang karya Iskandarwassid.
Keanekaragaman
tema dan kualitas dalam bunga rampai ini amat berharga untuk meneropong
perkembangan cerpen Sunda pada periode itu.
Surat Kayas
Sebuah kumpulan sejak karya Surachman R.M., diterbitkan di Jakarta
oleh penerbit Balai Pustaka, tahun 1967, dan tebal 51 halaman. Di
dalamnya terkumpul 34 buah sajak, sebuah di antaranya berjudul “Surat
Kayas” yang kemudian dijadikan judul kumpulan ini. sajak-sajak dalam
kumpulan ini ditulis oleh pengarang ntara tahun 1953 – 1962, yang
sebelumnya pernah dimuat dalam majalah.
Sebagian
besar sajak memperlihatkan kekayaan penyairnya akan latar belakang
alam, seperti laut, gunung, bulan, angin dan dedaunan, sejarah serta
ceritera sasakala.
Tepung di Bandung
Sebuah kumpulan sajak-sajak karya Rachmat M. Sas Karana, diterbitkan di Bandung oleh penerbit Mitra tahun 1972, dan tebal 46 halaman.
Dalam buku ini terkumpul 30 buah sajak yang dibagi atas 2 bagian, yaitu Katineung keur Nandang dan Tepung di Bandung, tentang sepasang remaja yang telah bertemu hati, hanya tinggal menunggu perkenan Tuhan.
Dari titimangsa diketahui bahwa sajak-sajak yang terkumpul dalam buku ini ditulis antara tahun 1963 – 1965. Sebagian ditulis di Bandung, sebagian lagi ditulis di Pangandaran serta sebelum dibukukan pernah dimuat dalam majalah.
Teu Pegat Asih
Sebuah novel terjemahan dari sastra Indonesia karya Suman Hs. Kasih tak terlarai (1929). Terjemahan dikerjakan oleh Moh. Ambri, diterbitkan di Jakarta oleh Balai Pustaka tahun 1923, dan tebal 66 halaman.
Waruga Guru
Sebuah naskah yang berasal dari kabuyutan Kawali, Ciamis, dan pernah disalin dan dimuat pada penerbitan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang kemudian dimuat lagi dalam majalah Poesaka Soenda nomer 9, tahun 1923. naskah asli ditulis dengan mempergunakan huruf Sunda kuno, berjumlah 24 halaman.
Apabila dibandingkan dengan Bahasa Sunda yang ada pada naskah Carita Parahiyangan (1579) atau Siksa kandang Karesian (1518), baik struktur kalimatnya maupun kosa katanya, bahasa Sunda yang ada pada Carita Waruga Guru
banyak persamaannya dengan kedua naskah itu. Namun, apabila
diperhatikan istrinya, dapatlah dipastikan bahwa pembuatan naskah itu
lebih kemudian karena kadar pengaruh Islam di dalamnya sudah lebih besar
daripada yang ada dalam Carita Parahiyangan.
Isi
naskah itu pada pokoknya, ialah (1) silsilah Ratu Galuh sejak Nabi
Adam; (2) peristiwa banjir, Nabi Enoh membuat perahu dan ratu Prewata
sari membuat gunung di Nusa Jawa; (3) orang Nusa jawa menyembah
baitullah setelah malaikat meruntuhkan gunung yang semula disembah oleh
orang Jawa; (4) Ajar Suka Resi di Gunung Padang yang meramal kelahiran
putra prameswari (yang pura-pura mengandung) dimarahi oleh raja; (5)
kelahiran hariang banga; (6) malapetaka di Galuh dapat diatasi berkat
daun reundeui yang dimakan
oleh raja pemberian Ajar Suka Resi, tetapi raja menghukum Ajar itu
karena memberi reundeu sisa orang lain; (7) prameswari kedua mengandung,
kemudian melahirkan seorang putra yang dibuang ke Sungai Citanduy dalam
kandaga (semacam peti tempat menyimpan perhiasan); (8) bayi dalam kandaga dipungut Aki dan Nini
Balangantrang, kemudian diberi nama Ciung Manarah; (9) Ciung Manarah
mempunyai ayam jantan yang bernama Singarat Tarajang; (10) Ciung Manarah
pergi ke ibu kota kerajaan untuk bersabung ayam dengan raja; Ciung
Manarah menerangkan bahwa ia adalah anak raja, kemudian ia minta
diwariskan negara; permintaannya itu dikabulkan dan kemudian ia menjadi
raja membawahi nusa yang banyaknya tigapuluh tiga; (11) Ciung manarah
membuat konjara wesi
(penjara besi), raja dipenjara oleh Ciung Manarah, sehingga Hariang
banga marah; (12) Ciung Manarah perang dengan hariang Banga; (13)
terjadinya Majapahit dan Pakwan Pajajaran; (14) silsilah keturunan Ciung
Manarah dan Hariang Banga, masing-masing sampai dengan Siliwangi dan
Susunan Mangkurat yang berlanjut sampai pangeran Dipati.
PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
1986
punten teh bade tumaros pami carpon atanapi sajak nu diserat di zaman kolonial seueur teu nya ? nuhun
BalasHapus