BUDAK TEUNEUNG
Novel ini karangan Samsudi, cetakan pertama dan kedua dikeluarkan oleh Balai Pustaka, Jakarta, tanpa tahun dan cetakan ketiga diterbitkan oleh Pusaka Sunda, bandung tahun 1965. buku ini berukuran 17 x 12 cm, dengan tebal 58 halaman.
Novel
ini mengungkapkan masalah kehidupan anak-anak dalam sosok yang lebih
lengkap. Gambaran Si Warji ditampilkan sebagaimana lazimnya kebanyakan
anak-anak seusia dia di kampung-kampung. Novel ini mengandung
unsur-unsur pendidikan yang mengetengahkan sifat-sifat kejujuran,
kesabaran, dan kesetiaan yang terjalin dalam kehidupan orang desa.
Ringkasan Ceritera
Seorang
anak yatim Si Warji namanya. Dia berumur kurang lebih sebelas tahun.
Bersama ibunya, dia menempati sebuah rumah kecil yang sudah reyot.
Walaupun mereka hidup dalam kemiskinan, ibu Warji tidak pernah
kehilangan cinta kasih san selalu menasehati Warji agar menjadi anak
yang jujur, penyabar, pemaaf dan mau mengalah demi kebaikan.
Cobaan
demi cobaan harus dihadapi Warji dengan tabah. Dia sering mendapat
perlakuan yang kurang senonoh hanya lantaran Warji bukan anak orang
kaya. Warji dihina, dikucilkan, malahan teraniaya oleh anak-anak lain
yang dimanja oleh orang tuanya seperti Si Begu dan Si utun.
Pada
suatu ketika, Warji dapat menolong Asep Onon, anak Lurah yang
terjerumus ke dalam sebuah sumur kering. Sejak itulah Warji menjadi
kawan Asep Onon yang semula membencinya. Sebagai tanda terima kasih atas
pertolongan Warji, Pak Lurah mengangkat Warji menjadi penggembala
kerbau.
Keluarga
Pak Lurah sangat menyayangi Warji, dan Asep Onon menjadi teman akrab
Warji. Warji sering diajari membaca dan menulis oleh Asep Onon. Oleh
karena Warji rajin dan berotak encer, dalam waktu yang tidak begitu lama
dia sudah dapat membaca dan menulis.
Pada
suatu hari Asep Onon berkelahi dengan Si Begu dan Si utun. Untunglah Si
Warji segera datang sehingga Si Begu dan Si Utun dapat dikalahkan oleh
Si Warji.
Setelah
bertahun-tahun Warji hidup mengikuti Pak Lurah, akhirnya dia diangkat
menjadi salah serang pegawai desa, sedangkan Si Begu dan Si Utun
terlanjur nakal kemudian menjadi penjahat.
Kejahatan Si begu dan Si utun baru berhenti setelah Si Warji dengan teuneung
dan penuh keberanian menangkap mereka dan menyerahkannya kepada yang
berwajib. Sebagai tanda penghargaan. Warji menerima hadiah dari Bapak
Lurah.
PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
1986
Tidak ada komentar:
Posting Komentar